Pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 telah mempengaruhi banyak sektor. Salah satu dampak terdahsyat adalah dampak terhadap sektor ekonomi.
Akibat pandemi COVID-19, banyak perusahaan diketahui memberhentikan karyawannya. Menurut data Kamar Dagang dan Industri Indonesia, 6,4 juta orang telah di-PHK pada awal Oktober 2020.
Sementara itu, menurut data Kementerian Keuangan, pandemi COVID-19 mengakibatkan 2,67 juta pengangguran. Hingga November 2020, jumlah pengangguran mencapai 9,77 juta.
Salah satu orang yang terkena COVID-19 adalah Galih dan suaminya Ryan. Keduanya menjadi korban PHK di perusahaan yang bergerak di industri retail dan jasa.
Galih sudah bekerja selama lima tahun, dan dikabarkan perusahaan tersebut dipecat Oktober lalu. Tentu, ini bukan tugas yang mudah baginya, apalagi suaminya juga menjadi korban PHK pada Oktober lalu karena tempat kerjanya bangkrut.
“Saya dan suami mulai work from home dari Maret, karena suami kerja di Resto dia langsung benar-benar enggak digaji cuma ada uang pulsa untuk follow up client. Waktu saya WFH pun sempat ada pemotongan gaji 20 persen dari Mei sampai Agustus,” katanya.
Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa pemotongan gajinya pada bulan September telah dikurangi menjadi 10%. Namun siapa sangka pada bulan depan, ia harus menerima kabar buruk dari perusahaan.
“Di September potongan gaji berkurang jadi 10 persen, tapi siapa sangka di tanggal 7 Oktober saya disuruh menghadap HRD dan ternyata saya di PHK. Prosesnya cepet banget dan dapat uang kompensasi,” Dia berkata.
Dia mengakui, PHK yang dialaminya dan suaminya tidak mudah. Mengingat keduanya masih memiliki cicilan yang cukup banyak, seperti rumah, bank dan kendaraan. Namun dia berusaha untuk berpikir positif dan bangkit bersama suaminya.
Katanya: “Berusaha ikhlas dan positif thinking dengan cobaan kita berdua di PHK. Pasti Allah sedang lindungin kita dari wabah dan kasih rezeki lain.”
Kemudian, Galih dan suaminya berusaha sekuat tenaga untuk mencari penghasilan. Melalui bisnis penjualan makanan beku. Pasalnya, Galih yang saat itu masih bekerja di rumah kerap memesan makanan secara online saat lapar di malam hari.
Dia berkata: “Karena waktu itu suami duluan yang di PHK jadinya dia pikir usaha apa yang masih dicari orang pas lagi pandemi kaya gini. Jadi waktu kadang tengah malam saya suka kelaparan mencari makanan akhirnya delivery order dari situ. ”
Saat itu, sang suami menawarkan untuk menjual makanan beku. Ini karena makanan beku merupakan pengganti makanan yang mudah diproses.
Dia berkata: “Sebelumnya sebenarnya saya sudah pernah jualan frozen food cuman stop karena sibuk kerja. Akhirnya pas suami gak kerja lagi, dia mulai belanja frozen food lagi, jadi bantuin dia juga waktu itu.”
Tapi sekarang, bisnis yang dia dirikan bersama suaminya bernama Gibran Food membuahkan hasil. Dengan 5,5 juta Rupiah untuk pembelian lemari es, bahan baku dan pembukaan toko, kedua perusahaan tersebut kini memiliki keuntungan harian sebesar 400 Ribu Rupiah.
“Modal awal itu beli freezer bekas 2,5 juta Rupiah, frozen food sekitar 1 juta Rupiah, upgrade warung sekitar 2 juta Rupiah. Omset rata-rata per harinya 300 sampai 400 ribu Rupiah,” ujarnya.
Tak hanya Galih, kerja keras Nayla juga membuahkan hasil. Nayla juga menjadi korban PHK pada paruh kedua tahun lalu setelah perusahaannya berhenti beroperasi di Karawang, Jawa Barat.
Menggunakan uang hasil PHK, ia mencoba menggunakan uang yang diterimanya untuk membuat makanan kekinian, yaitu mentai.
Katanya: “Waktu itu jualan bukan yang niat banget. Ya pokoknya resepnya sesuai keinginan dan lidah saya aja. Alhamdulillah cocok sama yang lain.”
Mentainya, yang dia ubah menjadi isian salmon dan ayam renyah, sebenarnya membuat ketagihan. Dia mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan keuntungan 20% hingga 30% dari modal awal setiap hari. Berikut ini adalah kisah pasang surutnya.
Katanya: “Balik modal dan untung jelas. Namanya jual makanan apalagi sampai ada yang repeat order, pasti untung.”
Tidak hanya nasi mentai, ia juga memberikan pilihan berbeda kepada pelanggan dengan menawarkan dim sum mentai hingga shirataki mentai. Apa yang harus dipertimbangkan ketika Anda ingin membuka bisnis dalam pandemi
Berlian Richie, pendiri Foodpedia, beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa membuka gerai saat terjadi pandemi mungkin bisa menjadi pilihan.
Namun, ketika orang ingin memulai bisnis dalam keadaan pandemi, ada beberapa jenis bisnis yang perlu dipertimbangkan. Berlian menjelaskan, ada beberapa jenis usaha yang dinilai memiliki potensi, seperti penyedia dan jasa medis, pengolahan dan ritel makanan, personal and health, e-commerce, dan ICT.
Selain itu, memulai bisnis makanan dan minuman keluarga juga bisa menjadi pilihan. Namun, agar bisnis berjalan lancar, beberapa hal perlu diperhatikan, salah satunya inovasi menu.
“Bisnis rumahan F&B ternyata ada celah, tapi kita juga harus siasati jangan hanya jualan dari bulan ke bulan itu terus akan bosan orang. Misalnya kita jualan ayam geprek kan tidak tiap hari makan itu terus, kita harus inovasi untuk menu” Katanya.
Selain inovasi menu, rangkaian promosi voucher pelanggan setia harus dilakukan, seperti promosi “beli satu gratis satu”.
Ia mengatakan: “F&B banyak saingan create murah dan jamin sehat dan berbagai macam buat customer enggak bosen bikin program loyalti biar mereka loyal. ketika order terdaftar pelanggan bisa dapat diskon.”
Source : viva